Semua berawal dari sebuah pertemuan. Iya, kan?
Sore itu, setelah salat Asar, di pelataran masjid yang tak pernah sepi dari alunan zikir. Saat aku bertemu dengannya untuk pertama kali. Seorang gadis berkerudung segiempat warna cokelat, dengan motif bunga kecil dan dedaunan yang merambat.
Semenjak itu, berbagai tanya memenuhi benak. Rasa ingin kembali bertemu membuat hati sesak. Sedang sang waktu seolah enggan beranjak.
Apakah itu cinta? Kurasa, ya.
Namun, aku belum dapat memastikan rasa. Sebanyak apa pun rangkaian kata, takkan mampu mendeskripsikan makna.
Adakah yang memercayai cinta pada pandangan pertama?
Banyak yang menganggap cinta pada pandangan pertama hanyalah omong kosong. Sebagian menilai itu cuma mimpi remaja di siang bolong.
Selama ini, aku pun percaya itu hanya hiburan yang dijual sutradara di layar bioskop dan televisi. Hanya khayalan yang diobral penulis lewat cerita fiksi.
Namun, seseorang pernah berkata kepadaku dengan penuh kesungguhan, bahwa sepenuhnya dia percaya akan cinta pada pandangan pertama. Bahwa cinta pada pandangan pertama itu nyata adanya, bukan isapan jempol belaka.
Lalu sejak sore itu, saat aku melihat gadis bermata lebar dengan bulu mata lentik, rasa ingin tahuku mulai tergelitik. Keyakinanku pun perlahan terusik.
Siapa dia? Seorang gadis yang bahkan tak kutahu namanya. Jangankan sapa, sekadar senyum atau bertukar tatapan mata pun tak ada.
Itu karena, kami bukan siapa-siapa. Tak pernah kenal, baru pertama kali bersua.
Namun, perjumpaan singkat itu meninggalkan kesan mendalam. Berharap suatu saat nanti akan kembali bertemu dan dapat saling beruluk salam.
Aku tahu, pertemuanku dengannya tak pernah kurencanakan. Namun, aku yakin, pertemuanku dengannya bukanlah kebetulan. Ada pembuat skenario terindah yang menakdirkan.
Seperti yang tadi aku bilang, semua berawal dari sebuah pertemuan. Pertemuanku dengannya memunculkan keajaiban-keajaiban. Hari itu, waktu itu, dan di tempat itu, saat aku bertemu dengan gadis itu, itulah keajaiban.
